Penulisan & transkripsi | Periklanan digital | Kursus digital marketing 082261742202

Diponegoro: Ketika Jawa Jadi Panggung Persaingan Inggris dan Belanda

Kata kunci: Diponegoro, Jawa, penjajahan, Inggris, Belanda, sejarah, ekonomi global, transisi, budaya, perlawanan, Peter Carey, podcast, kontribusi, Tiongkok, India, kekuasaan, sumber daya, perjuangan, kolonialisme, dinamika global, peradaban, endgame, Gita Wirjawan

10/27/20243 min baca

Pangeran Diponegoro, lahir dengan nama Raden Mas Ontowiryo pada 11 November 1785. Kala itu dunia tengah menghadapi masa transisi besar dalam sejarah global. Di akhir abad ke-18, dunia mengalami perubahan yang signifikan, khususnya dalam keseimbangan ekonomi. Sebelum dominasi Barat, Tiongkok dan India menguasai 56% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, sebuah fakta yang jarang diingat dalam sejarah peradaban modern. Dengan latar belakang global yang sedang berubah ini, Diponegoro tumbuh dan menyaksikan pergolakan sosial, politik, dan ekonomi di tanah Jawa, hingga akhirnya ia muncul sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Dalam wawancara di podcast Endgame bersama Gita Wirjawan pada 29 Agustus 2024, sejarawan terkemuka Peter Carey menyoroti peran Barat dalam menggeser dominasi ekonomi dunia ke arah yang lebih sentralistik pada kawasan Atlantik. "Ketika Diponegoro lahir, 56% dari ekonomi dunia dipegang oleh dua kekuatan besar, yakni Tiongkok dan India," ujar Carey. "Inggris dan negara-negara Eropa lainnya memerlukan dominasi politik dan ekonomi demi mengimbangi ketergantungan mereka pada kekuatan Asia." Kondisi ini turut melatarbelakangi masuknya kekuatan-kekuatan kolonial Barat ke Nusantara, termasuk Inggris dan Belanda.

Beda Penjajah Inggris dan Penjajah Belanda

Penjajahan di Jawa sendiri mencerminkan konstelasi global yang bergeser. Ketika Inggris berhasil mengambil alih Jawa dari Belanda antara tahun 1811 hingga 1816 di bawah Sir Stamford Raffles, ada perbedaan mencolok dalam pendekatan penjajahan mereka. Raffles, yang berasal dari keluarga sederhana dan berhasil mencapai pangkat tinggi di East India Company, memperlihatkan pendekatan yang lebih adaptif dalam menghadapi budaya dan pemimpin lokal di Jawa. Ia mendalami sejarah dan budaya lokal serta berusaha memahami masyarakat Jawa. Karyanya, The History of Java, merupakan salah satu upayanya untuk mengarsipkan budaya dan sistem masyarakat Jawa, langkah yang menunjukkan rasa hormat, meskipun tetap dalam kerangka kolonial.

Sebaliknya, Belanda yang kembali menguasai Jawa pada 1816 menerapkan pendekatan yang lebih militeristik dan represif. Melalui VOC, Belanda memonopoli sumber daya alam dan menerapkan kebijakan ketat untuk mempertahankan kendali penuh atas wilayah jajahannya. Selama Perang Diponegoro (1825-1830), Belanda mengambil tindakan represif untuk meredam perlawanan rakyat Jawa. Dengan kekuatan militer yang besar, mereka berusaha menekan pemberontakan, yang akhirnya membuat perlawanan Diponegoro dikenal sebagai salah satu bentuk resistensi paling heroik dalam sejarah Indonesia.

Penjajahan di Tengah Transisi Ekonomi Dunia

Dalam percakapan yang sama, Carey menjelaskan bahwa situasi ekonomi dunia kala itu sangat memengaruhi strategi penjajahan di Asia, termasuk Nusantara. Inggris, yang awalnya mengalami ketergantungan terhadap rempah dan bahan mentah dari Asia, mulai mengalami defisit perdagangan dengan Tiongkok, terutama dalam hal teh, sutra, dan produk-produk lainnya. Hal ini memicu Inggris untuk mencari cara lain dalam menyeimbangkan neraca perdagangan, termasuk dengan menguasai daerah yang dianggap strategis seperti Jawa.

Dari sudut pandang ini, kolonisasi tidak hanya berfungsi untuk memperluas wilayah, tetapi juga untuk mempertahankan kekuatan ekonomi global yang sedang bergeser. Dalam konteks inilah perlawanan Diponegoro memiliki makna lebih luas, karena ia mempertahankan kedaulatan budaya dan sumber daya lokal di tengah pergolakan ekonomi dunia.

Warisan Perlawanan dan Refleksi Global

Kisah heroik Pangeran Diponegoro, menurut Peter Carey itu penting bukan cuma untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia. Kenapa? Karena pada saat itu, di luar sana, ada perubahan besar dalam kekuatan ekonomi dunia. Bangsa-bangsa di dunia sedang berebut kekuasaan, terutama Inggris dan Belanda. Mereka datang ke Jawa karena ingin menguasai wilayah dan mengambil sumber daya yang ada di sana.

Dalam Podcast Endgame Gita Wirjawan, Carey juga menuturkan sebelum negara-negara Barat seperti Inggris dan Belanda menjadi kaya dan kuat, ada dua negara besar yang memimpin ekonomi dunia, yaitu Tiongkok dan India. Tetapi, saat Inggris dan Belanda mulai datang ke Asia, termasuk Jawa, kekuatan ekonomi ini beralih ke negara-negara Barat, dan mereka makin banyak menguasai daerah-daerah.

Jadi, perjuangan Diponegoro melawan Belanda di Jawa adalah bagian dari kisah yang lebih besar: bagaimana negara-negara Barat mulai menguasai dunia dan membuat aturan ekonomi baru yang masih kita rasakan sampai sekarang.

Dengan mengingat cerita ini, kita jadi paham bahwa sejarah kita adalah bagian penting dari cerita dunia, dan bagaimana perjuangan kita turut memberi pelajaran pada banyak negara di luar sana tentang keberanian dan pentingnya mempertahankan budaya.