Penulisan & transkripsi | Periklanan digital | Kursus digital marketing 0812-8383-2257
Podcast #closethedoor Edisi Menhan Prabowo #part1 Pelajaran Sejarah Negara-negara Besar
Kata kunci: Prabowo Subianto, kudeta, Menteri Pertahanan, ingatan, kompetisi, mengabdi untuk Indonesia, pelajaran sejarah, Jepang, Hideyoshi Toyotomi, Ieyasu Tokugawa, Abraham Lincoln, Seward, ego, Merah Putih, Pancasila, kerja sama, masyarakat marah, kearifan, Mao Tse Tung, Kuomintang, kebesaran jiwa, cinta tanah air, kehormatan bangsa, keberanian mental. Podcast, 13 Juni 2021.. Font Deddy Corbuzier dicetak miring italic.
6/10/20244 min baca
Cuplikan: Pak Prabowo ngapain ada di sini? Bahaya! Bahaya! Nanti kudeta lagi! Harus saya akui kadang-kadang saya down juga, kan. Gue udah niat baik, gue masih dikerjain. 5, 4, 3, 2, 1 and close the door!
Pak Prabowo lo yang datang, wow luar biasa. Siap, Pak! (Hormat)
Siap, Pak? Sudah berapa tahun kita, ya? 20 tahun kita, Pak. Terakhir kali ketemu 20 tahun lalu. Bapak masih ingat?
Saya masih main (sulap) di Regent Hotel ketemu Bapak. Terus main di meja. Masih ada ibu saya. Itu sendok garpu dibelok-belokin. Sampai satu hotel tuh habis semua, saya dipecat akhirnya J Tapi nggak, Bapak gila banget. Ingatan Bapak masih detail. Keren, loh.
Pak, saya tuh penasaran pengen nanya ini ke Pak Prabowo. Dan saya yakin banyak yang mau nanya. Kok, Bapak mau? Kan Bapak waktu itu bersaing di pemilihan presiden dengan Pak Jokowi. Terus tiba-tiba Bapak diangkat jadi MENHAN. Banyak orang kecewa. Banyak orang kesel. Dan kok Bapak mau gitu? Kok, Bapak nggak, wah udah, pokoknya gua terus aja ngelawan Pak Jokowi. Pokoknya gua di luar ngelawan Pak Jokowi. Kok, Bapak? Gua nanya gini aman nggak? Aman, aman dong
Pelajaran dari Sejarah Negara Besar; Jepang, AS dan China
Jadi saya juga nggak mengerti kok orang banyak yang bertanya seperti itu. Karena bagi saya rival dalam suatu kompetisi apakah jadi lawan?
Coba kita ingat waktu kita di sekolah. Kita ikut pertandingan. Adu lari. Ada yang menang, ada yang kalah. Oke, lu dapat piala. Bener ga? Gua main sepak bola, tim gua kalah. Apa kita gebuk-gebukan? Menurut saya itu IQ yang sangat rendah. Bener ga?
Jadi, beliau ingin jadi presiden. Gua juga ingin jadi presiden. Dia mau jadi presiden untuk apa? Kan, kan untuk mengabdi. Untuk berbakti. Untuk Indonesia. Saya juga begitu. Tujuannya sama, mungkin caranya beda. Saya juga mau berbakti untuk Indonesia.
Kalau sama-sama mau mengabdi untuk Indonesia, kok harus melawan? Setelah selesai ini ya selesai. Kan lebih baik dua-duanya kerjasama untuk mengabdi, untuk merah putih. Jadi ini saya belajar ini dalam sejarah.
Saya mau cerita ini yang saya belajar dan ini menjadi semacam panduan untuk saya. Ada dua peristiwa penting yang saya baca dari sejarah. Yang satu itu di Jepang.
Ada dua panglima sangat kuat. Dua panglima sangat kuat. Hideyoshi Toyotomi dan Ieyasu Tokugawa. Ini dua-duanya hebat, dua-duanya kuat. Satu saat mereka hampir perang, saat berhadapan, Hideyoshi bilang, oke saya mau berunding. Mereka pun berunding, kemudian si Hideyoshi bilang, Anda lihat di belakang saya ini, tentara saya kuat, semangat, jumlahnya banyak. Tapi saya lihat tentara Anda juga semangat dan kuat. Jumlahnya banyak. Besok bisa Anda menang atau saya yang menang. Tapi kalaupun saya menang, anak buah saya banyak yang akan mati. Kalau kau menang, anak buahmu juga akan banyak mati dan luka. Artinya besok malam, orang tua Jepang, banyak ibu dan bapak Jepang yang kehilangan anaknya. Saya tahu Anda cinta Jepang. Saya juga begitu. Kita mau mempersatukan Jepang dan kita mau bikin Jepang kuat. Untuk apa kita perang?
Apakah nggak lebih baik kita bersatu untuk mempersatukan Jepang? Si Ieyasu bilang, setelah saya berpikir, Anda benar. Untuk apa kita berperang? Mari kita bersatu. Nah, itu bagi saya sangat besar pelajarannya. Itu logika sebenarnya.
Yang kedua, pelajaran dari Abraham Lincoln, Presiden Amerika. Abraham Lincoln begitu menang, dia memilih salah satu lawannya namanya Seward (William H. Seward). Kalau nggak salah Seward ini senior, dia lebih tua. Dan sudah menjadi lawan Lincoln selama 20 tahun. Dia pilih Seward jadi Secretary of State di kabinet. Si Seward kaget. Seward tanya, Kenapa Anda pilih saya? Anda tahu saya nggak suka Anda."
Abraham Lincoln pun jawab, "'Oh saya tahu Anda tidak suka saya. Saya pun tidak suka Anda." Tapi Saya tahu Anda mencintai Amerika Serikat dan saya pun mencintai Amerika Serikat. Jadi, kenapa kita tidak bekerja bersama? Untuk tujuan yang sama. Iya, untuk AS. Anda sebetulnya bukan mengabdi untuk saya. Kita berdua mengabdi untuk Amerika Serikat. Itu saya juga belajar.
Oh, oh begitu ya. Negara besar kayak begitu. Tapi apa nggak ada ego yang diturunkan akhirnya?
Gini, kalau kecewa pasti ada. Siapa yang, manusiawi kan pasti. Tapi kan kita, istilahnya komitnya mengabdi untuk Merah Putih. Dan mengabdi, boleh nggak? Nah, disitu saya juga lihat Pak Jokowi, saya kira di lingkungannya juga banyak nggak setuju ajak saya jadi Menteri Pertahanan. Boleh nggak? Saya percaya. Saya yakin.
Saya yakin sekali. Pas saya dibawa Pak Jokowi, banyak yang bilang "Wah ngapain Pak Bowo ngapain ada di sini?". Bahaya. Bahaya. Nanti dia kudeta lagi." Muka gue muka kudeta kali ya? Tampangnya kudeta!
Tapi artinya ketika Pak Jokowi bisa ngambil keputusan itu, dia juga menurunkan ego-nya. Kita untuk merah putih. Kan begitu.
Iya, mantap. Keren, keren. Oke, oke, saya ngerti dari sisi Bapak. Saya ngerti. Dan saya salut dengan Anda. Itu logis, kan? Itu, itu logis. Dan, dan saya salut dengan Anda. Dan, dan ngebayangkan ya, kalau pemimpin karena ego-nya. Berantem-berantem, hancur untuk jabatan. Padahal jabatan itu tanggung jawab, loh. Iya betul.
Saya salut sama Bapak nih. Tapi, tapi masyarakat ada yang marah kan, Pak?
Nah, ya kita harus berani untuk menjelaskan. Saya jelaskan ke pengikut-pengikut saya. Sudahlah. Sudahlah. Saya cerita kepada mereka. Di partai saya, saya kumpulin. Karena kan yang banyak keras itu juga justru dari partai saya. Saya kumpulin dan saya ceritakan Hideyoshi. Saya ceritakan juga Abraham Lincoln. Saya juga ceritakan Mao Tse Tung. Mao begitu menang tahun 1949, Kuomintang kalah. Dia pilih salah satu, di sana sistem ada beberapa wakil presiden. Salah satu wakil presiden yang dia pilih lawannya adalah jenderal dari Kuomintang. Si jenderal itu datang ke Mao Tse Tung.
Anda kenapa milih saya? Saya, saya kan pernah membunuh anak buahmu. Ribuan saya pernah bunuh. Mao Tse Tung bilang, jangan kita bicara masa lalu. Stop. Kita bangun. Tiongkok yang baru. Kita lihat ke masa depan. Nah itulah. Kebesaran jiwa, seperti itu akhirnya Tiongkok sekarang kayak apa.
Benar-benar bangkit kayak apa. Jadi kita selalu harus punya wisdom kearifan dan komitmen seperti itu. Ini 3 cerita yang saya pikir, wah saya juga begitu.
Kedua, ya intinya itu. Saya yakin Pak Jokowi bekerja untuk Merah Putih. Itu yang saya bilang ke beliau. Saya bilang, Pak dua kali kan dia menang lawan saya. Saya bilang, Pak, saya yakin di dalam hatimu, di dalam hati Bapak Merah Putih, Pancasila. Menurut Bapak sekarang gimana, Pak Jokowi?
Karena itu saya bilang, saya yakin Bapak Merah Putih, Bapak Pancasila, karena itu saya mendukung Bapak. Iya kan? Karena kita berdua mencintai Republik Indonesia.
Tapi justru kata-kata Bapak ini yang bikin saya salut sama Bapak, saya salut pada Bapak untuk 2 hal. Tentu, saja untuk perjuangan pada saat kompetisi Pilpres. Tapi saya lebih salut lagi ketika tadi Bapak bilang, ya sudah kalau kalah tapi tujuannya untuk Indonesia, ya oke kita bareng. Jadi bareng itu butuh keberanian untuk melakukannya. Butuh ego yang diturunkan, keberanian mental.
Nah, begini, Mas Dedy. Kalau kita memang cinta tanah air, kan nggak masalah. Sekarang, yang membuat Indonesia hebat bukan hanya pangkat tinggi. Siapa yang mengangkat kehormatan nama bangsa Indonesia? Banyak, kan?
Address
Bekasi Selatan &
Jakarta Timur
Contacts
0812-8383-2257
podskrip@gmail.com